Kamis, 22 September 2016

Sejarah singkat PSHT

pusat seni beladiri
tempat berbagi ilmu tentang seni beladiri.
Sejarah Singkat Persaudaraan Setia Hati Terate
SEJARAH PSHT
SELAMA MATAHARI MASIH TERBIT DARI TIMUR,
SELAMA BUMI MASIH DIHUNI MANUSIA SELAMA ITU
PULA PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE AKAN
TETAP JAYA ABADI SELAMANYA
“KI HADJAR HARDJO OETOMO” Pendiri Persaudaraan Setia
Hati Terate.
Sejarah Persaudaraan Setia Hati
Pada tahun 1903, bertempat di Kampung Tambak Gringsing, Surabaya, Ki
Ngabeni Surodiwirjo membentuk persaudaraan yang anggota keluarganya
disebut “Sedulur Tunggal Ketjer”, sedangkan permainan pencak silatnya
disebut “Djojo Gendilo”
Tahun 1912, Ki Ngabeni Surodiwirjo berhenti bekerja karrena merasa
kecewa disebabkan seringkali atasannya tidak menepati janji. Selain itu suasana
mulai tidak menyenangkan karena pemeintah Hindia Belanda menaruh curiga;
mengingat beliau pernah melempar seorang pelaut Belanda ke sungai dan
beliau telah membentuk perkumpulan pencak silat sebagai alat pembela diri,
ditambah pula beliau adalah seorang pemberani, Pemerintah Hindia Belanda
mulai kwatir, beliau akan mampu membentuk kekuatan bangsa Indonesia dan
menentang mereka. Setelah keluar dari pekerjaannya, beliau pergi ke Tegal.
Tahun 1914, Ki Ngabehi Surodiwirjo kembali ke Surabaya dan bekerja di
Djawatan Kereta Api Kalimas, dan tahun 1915 pindah ke bengkel Kereta
Api Madiun. Disini beliau mengaktifkan lagi Persaudaraan yang telah
dibentuk di Surabaya, yaitu “Sedulur Tunggal Ketjer”, hanya pencak silatnya
sekarang disebut “Djojo Gendilo Tjipto Muljo”. Sedangkan pada tahun 1917,
nama – nama tersebut disesuaikan denngan keadaan zaman diganti menjadi
nama “Perssaudaan Setia Hati”
Ki Hadjar Hardjo Oetomo
Salah satu murud Ki Ngabehi Surodiwirjo yang militan dan cukup tangguh,
yaitu Ki Hadjar Hardjo Oetomo mempunyai pendapat perlunya suatu
organisasi untuk mengatur dan menertibkan personil maupun materi pelajaran
Setia Hati, untuk itu beliau meohon doa restu kepada Ki Ngabehi
Surodiwirjo. Ki Ngabehi Surodiwirjo memberi doa restu atas maksud
tersebut., karena menurut pendapat beliau hal – hal seperti itu adalah tugas
dan kewajiban anak muridnya, sedangkan tugas beliau hanyalah “menurunkan
ilmu SH”. Selain itu Ki Ngabehi Surodiwirjo berpesan kepada Ki Hadjar
Hardjo Oetomo agar jangan memakai nama SH dahulu.
Setelah mendapat ijin dari Ki Ngabehi Surodiwirjo, Ki Hadjar Hardjo
Oetomo pada tahun 1922 mengembangkan ilmu SH dengan nama Pencak
Silat Club (P. S. C).
Karena Ki hadjar Hardjo Oetomo adalah orang SH, dan ilmu yang
diajarkan adalah ilmu SH, maka lama – kelamaan beliau merasa kurang sreg
mengembangkan ilmu SH dengan memakai nama lain, bukan nama SH.
Kembali beliau menghadap Ki Ngabehi Surodiwirjo menyampaikan uneg –
unegnya tersebut dan sekalian mohon untuk diperkenankan memakai nama
SH dalam perguruannya. Oleh Ki Ngabehi Surodiwirjo maksud beliau
direstui, dengan pesan jangan memakai nama SH saja, agar ada bedanya.
Maka Pencak Silat Club oleh Ki Hadjar Hardjo Oetomo diganti dengan
nama “SETIA HATI MUDA” (S. H. M).
Peranan Ki Hadjar Hardjo Oetomo Sebagai Perintis Kemerdekaan
Ki Hadjar Hardjo Oetomo mengembangkan ilmu SH di beberapa perguruan
yang ada pada waktu antara lain perguruan Taman Siswo, Perguruan Boedi
Oetomo dan lain – lain. Dalam mengajarkan ilmu SH beliau diantaranya
adalah menamakan suatu sikap hidup, ialah “kita tidak mau menindas orang
lain dan tidak mau ditindas oleh orang lain”. Walaupun pada waktu itu setiap
mengadakan latihan tidak bisa berjalan lancar, karena apabila ada patroli
Belanda lewat mereka segera bersembunyi; tetapi dengan dasar sikap hidup
tersebut murid – murid beliau akhirnya menjadi pendekar – pendekar bangsa
yang gagah berani dan menentang penjajah kolonialisme Belanda.
Dibandingkan keadaan latihan masa lalu yang berbeda dengan keadaan latihan
saat ini, seharusnya murid – murid SH lebih baik mutu dan segalanya dari
pada murid – murid SH yang lalu. Melihat sepak terjang murid – murid Ki
Hadjar Hardjo Oetomo yang dipandang cukup membahayakan, maka
Belanda segera menangkap Ki Hadjar Hardjo Oetomo bersama beberapa
orang muridnya, dan selanjutnya dibuang ke Digul. Pembuangan Ki Hadjar
Hadjo Oetomo ke Digul berlangsung sampai dua kali, karena tidak jera –
jeranya beliau mengobarkan semangat perlawanan menentang penjajah.
Selain membuang Ki Hadjar hardjo Oetomo ke Digul, Pemerintah Hindia
Belanda yang terkenal dengan caranya yang licik telah berusaha memolitisir
SH Muda dengan menjuluki SHM bukan SH Muda, melainkan SH Merah;
Merah disini maksudnya adalah Komunis. Dengan demikian pemerintah
Belanda berusaha menyudutkan SH dengan harapan SH ditakuti dan dibenci
oleh masyarakat dan bangsa Indonesia. Menanggapi sikap penjajah Belanda
yang memolitisir nama SH Muda dengan nama SH Merah, maka Ki Hadjar
Hardjo Oetomo segera merubah nama SH Muda menjadi “Persaudaan Setia
Hati Terate” hingga sampai sekarang ini.
Melihat jasa – jasa Ki Hadjar Hardjo Oetomo tersebut, maka pemerintah
Indonesia mengakui beliau sebagai “Pahlawan Perintis Kemerdekaan” , dan
memberikan uang pensiun setiap bulan sebesar Rp. 50.000,00 yang
diterimakan kepada isteri beliau semasa masih hidup.
Setelah meninggal dunia, beliau dimakamkan di makam “Pilangbango”, yang
terlatak di sebelah Timur Kotamadya Madiun, dari Terminal Madiun menuju
ke arah Timur. Beliau mempunyai 2 (dua) orang putra, yaitu seorang putri
yang diperisteri oleh bapak Gunawan, dan Seorang putra yang bernama bapak
“Harsono” sekarang berkediaman di jalan Pemuda no. 17 Surabaya. Ibu
Hardjo Oetomo meninggal pada bulan September 1986 di tempat
kediamannya, di desa Pilangbango Madiun.
Rumah beliau, oleh Bapak Harsono dihibahkan kepada Persaudaraan Setia
Hati Terate pada akhir tahun 1987 dengan harga Rp. 12,5 juta. Rencana
Pengurus Pusat, bekas rumah kediaman pendiri Persaudaraan SH Terate
tersebut akan dipugar menjadi “Museum SH Terate” agar generasi penerus
bisa menyaksikan peninggalan pendahulu – pendahulu kita sejak berdiri
sampai dengan perkembangannya saat ini.
Akhir kata, sebelum kita menutup bacaan ini sebagai rasa hormat dan rasa
kasih kita terhadap beliau berdua, marilah kita berdoa dalam bahasa kita
masing – masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar